Rabu, 07 Maret 2012

Kamu Adalah Aku

Karya : Dhea Savitri - 8B
 Satu rahim membuahkan 2 karunia cinta yang berbeda. Christy dan Anna, cahaya dari para Dewa teruntuk Bapak dan Ibu Soemo. Walau mereka lahir bersama ke dunia, tetapi perangai mereka berbeda. Mereka satu dalam perbedaan. Timbangan Tuhan tak sama dengan timbangan manusia.

Christy mandi, setelah itu belajar! Jangan cuma main bola orange kaya begituan doang, jangan berusaha memungkiri kodrat. Kamu itu wanita, harus lembut! Belajar yang pinter kaya Anna dulu. Huh, bosen mama nasihatin kamu!” kata Bu Soemo.
“Iya, Ma.” jawab Christy dengan suara parau menahan tangis.
“Ma, bukan kaya gitu, Christy tu memang berbakat melukis kok, ya biarin dia kembangin dong, Ma.” kata Anna. Christy melangkah menuju kamar mandi dan tersenyum tulus pada Anna, sebagai tanda ucapan terima kasih.
“Sayang, tetapi apa buktinya dia berbakat, mama belum tahu?” kata Bu Soemo.
               
                Senin itu begitu sulit bagi Christy, dalam hati ia bertekad mengikuti lomba lukis dan membuktikan pada ayahnya bahwa ia bukan “amatiran” belaka. Saat di sekolah, keinginan itu terus berkecamuk di pikirannya.  Ia berdiri dari bangku kelasnya, berjalan dengan mantap menuju Gedung Arjuna, tempat diadakannya lomba melukis tersebut. Christy yakin ia bisa, 2 jam ia lalui dengan penuh ide segar dan tak terasa tangannya melukiskan sebuah karya yang tulus dari dalam lubuk hatinya di atas kanvas yang berdiri di depan tubuh tegapnya. Pengumuman tiba, ia yakin dan ia percaya akan kuasa dari-Nya. 

“Ini dia sang jawara kita ...... Maria Christy Karsoe Soemo. Beri tepuk tangan yang meriah bagi jawara kita ini. Kami undang agar Christy naik ke panggung dan menerima piala serta bingkisan dari sponsor. Christy segera memejamkan mata dan berkata dalam hati “Terima kasih Tuhan, aku akhirnya menemukan jalan-Mu”. Ia naik ke panggung, menerima hadiahnya dengan senyum manis di wajahnya yang tampak dewasa. Sesampainya di rumah, ia meletakkan piala kemenangannya tersebut di atas meja makan. 1 Jam kemudian Bapak dan Ibu Soemo pulang dari kantor dan mendapati piala tersebut. Bu Soemo mulai menyadari bakat yang dimiliki Christy, tetapi Pak Soemo menganggap keberhasilan Christy tersebut hanya karena keberuntungan semata.

                Sore itu, awan gelap menyelimuti Kota Semarang, termasuk daerah sekitar rumah Anna, hujan gerimis juga turut datang menyapa. Tiba-tiba Anna merasa ginjalnya begitu sakit, sangat sakit hingga akhirnya ia pingsan. Pak Soemo yang mendapati putrinya tersebut tergeletak di lantai segera membawa Anna ke rumah sakit, Christy dan Bu Soemo turut juga dalam perjalanan ke rumah sakit sore itu. Sesampainya di Rumah Sakit, Anna segera ditangani oleh para petugas medis. 

                2 Jam kemudian dokter memberitahu Pak Soemo bahwa Anna harus segera mendapat donor ginjal. Pak Soemo dan Bu Soemo menawarkan diri untuk menjadi pendonor, tetapi ginjal mereka tidak sejenis dengan ginjal Anna. Dengan penuh keberanian dan keikhlasan Christy menawarkan dirinya untuk menjadi pendonor bagi Anna. Ternyata inilah kehendak Tuhan. Ginjal mereka sejenis. Bapak dan Ibu Soemo merasa sangat bingung, apakah harus Christy yang harus menjadi pendonornya. Tapi Christy meyakinkan papa dan mamanya bahwa ia akan baik-baik saja. Bapak dan Ibu Soemo hanya berpasrah pada Tuhan seraya memohon yang terbaik bagi kedua putrinya.
                Operasi berlangsung malam itu juga. Dalam hati Christy berkata,  “Kamu adalah aku.”
1 buah ginjalku, hanya itu usahaku. Bangunlah ... bangunlah Anna! Kamu harus bangun, dengan 1 pasang ginjal yang sama kita harus hidup. Karena Kamu adalah Aku”.
                Operasi malam itu berjalan dengan lancar. 6 Jam kemudian Anna tersadar dari tidur panjangnya. Nirel sepupunya mendekapnya erat dengan berlinangan air mata. Nirel berbisik lembut di telinga Anna, “Dia meninggalkan kita lebih dulu, tetapi aku tahu Kamu adalah dia.” Anna terdiam, hanya air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya. Ia tersentak dalam diam dan berkata dalam hatinya , “Iya. Kamu adalah Aku.”

                 Anna mengingat semua dukungan, tangisan, dan sorot mata Christy yang begitu pasrah ketika papa dan mama membanding-bandingkan Anna dan Christy. Dari rasa pilu, kini hati Anna menjadi geram, ia merasa papa dan mama tak adil pada Christy.
Sesampainya di rumah, Anna masih merenung di dalam kamarnya.
“Lihatlah apa yang telah papa dan mama lakukan, hingga Christy pergi. Tidak malukah kalian?  Sebelum Christy memaafkan semua ini aku juga tidak akan memaafkan papa, mama, dan diriku sendiri!” Pak Soemo tertegun. 

                Semalaman Pak Soemo dan Bu Soemo merefleksikan diri, mencari tahu apa arti gertakan pilu dari putrinya tersebut.  Mereka akhirnya sadar akan maksud gertakan itu, ternyata ketidakadilan mereka yang dipertanyakan.
                Di dalam kamar, Anna menulis surat pada Christy yang sudah tidak ada di sampingnya lagi.
“Christy, Hari ini aku sangat bahagia, karena aku masih dapat mengingat  wajahmu. Aku takut kalau suatu hari nanti, aku sudah lupa setiap guratan di wajahmu. Aku tahu semua ini salahku. Aku takut aku lupa tentangmu. Kamu harus bahagia di sana. Datanglah ke dalam mimpiku. Ku mohon .... datanglah ..”

Anna tertidur di atas meja belajarnya. Dia ketiduran, karena dia begitu lelah untuk menangis hari itu.
“ Anna, ayo belajar, besok ada ulangan sejarah, kan? Aku tidak mau karena kepergianku kamu mengorbankan kebahagian dan waktumu hannya untuk merenungiku yang selalu ada di sisimu. Aku tidak ingin kau terlarut dalam perpisahan kita ini. Aku selalu melihatmu, berjalan bersamamu, serta selalu menyeka linangan air matamu. Jangan takut untuk melewati waktu yang akan terus berlari mengejarmu. Jika kau takut, gundah, dan gelisah mengurungmu, yakinlah bahwa Kamu adalah Aku dan Aku adalah Kamu. Jadilah lebih baik daripadaku, buktikan pada mama dan papa bahwa kita sama. Berjanjilah padaku untuk menyayangi mama dan papa dengan sepenuh hatimu. Berikan Cinta yang tulus pada mereka cinta darimu dan cinta dariku.”

Anna ingin memangil Christy, namun ia tidak dapat bersuara, ia berlari ingin memeluk Christy, tetapi Christy mundur dan akhirnya menghilang. Ia mengigau, tak lama ia tersentak dalam tidurnya malam itu. Ia duduk di kasur empuknya sambil menangis.
Keesokan harinya, Anna bangun pagi sekali. Ia mengayuh sepedanya menuju pasar bunga yang tidak jauh dari rumahnya. Ia membeli satu ikat bunga mawar putih. “ Mawar putih ini akan mengantar sejuta maafku pada Mama dan Papa ”. bisik Anna dalam perjalanan pulang ke rumahnya.
Pukul 04.45 WIB, Anna sampai di rumahnya. Bunga-bunga yang indah tersebut diletakkan di depan kamar mama dan papa. Saat ia membalikkan badan hendak kembali ke kamarnya, ternyata papa dan mama sudah berdiri di belakangnya. Mereka bertiga berpelukan dalam tangis haru yang mengiring. 

“ Pa, ma, maafin aku, ya …. Aku bodoh dan egois, aku pun tidak tabah dalam menerima kenyataan yang ada“. Anna berkata begitu lembut sambil menahan tangisnya beberapa saat.
“ Iya, nak, bukan maksud kami untuk berlaku tidak adil padamu dan Christy. Justru kami ingin memotivasi Christy agar ia bersemangat dalam belajarnya sepertimu. Hanya saja kami kadang melatih mental Christy agar menjadi pekerja keras yang tidak akan terlena pada pujian-pujian belaka”, ujar Pak Soemo. Anna merasa lega akan semua penjelasan itu, ia yakin Christy juga berada di situ dan mendengar semuanya. Dalam hati, Anna berkata, “ Christy, dengarlah semua ini, Kami menyayangimu selalu”.

Berta Kristiana / 9B   - Cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar